Datang dari klub peserta Liga Primer Indoneia (LPI) Semen Padang, Syamsidar tergolong pemain paling senior di antara yang lainnya. Dia pernah memperkuat tim U-23 di Sea Games 2005.
Namanya juga sempat masuk sebagai pilihan dalam tim senior pada 2007 yang terjun di ASEAN Football Championship, meski bukan sebagai kiper utama.
Pelatih tim senior Aji Santoso tentu tak punya pilihan lain. Sejumlah kiper utama, seperti Ferry Rotinsulu (Sriwijaya FC), Markus Haris Maulana (PSMS Medan), Andritany (Persija), dan Kurnia Meiga (Arema Malang) lebih memilih berlaga di kompetisi Liga Super Indonesia (LSI).
Adapun LSI merupakan kompetisi yang tak diakui otoritas sepakbola Indonesia, PSSI. Alhasil, pilihan hanya terletak pada pemain yang berlaga di LPI.
Melihat pengalaman yang dimiliki Syamsidar, Aji Santoso bukan sekedar menyerahkan gawang tim nasional di jaga olehnya, melainkan ban kapten Tim Garuda diserahkan juga di lengan mantan kiper PSM Makasar tersebut.
Rekor kekalahan terbesar setelah 38 tahun, sejak Indonesia ditekuk 9-0 oleh Denmark pada 1974 dalam partai resmi internasional. Wasit asal Lebanon Andre El Haddad menilai Samsidar melakukan kesalahan fatal, saat menghentikan laju pemain Bahrain Ismail Abdul Latif yang lolos dari jebakan offside.
Syamsidar langsung diganjar kartu merah dan Bahrain memperoleh hadiah penalti. Posisi Syamsidar lantas digantikan oleh Andi Muhamad Guntur, setelah pelatih Indonesia menarik Slamet Nurcahyono pemain asal Persiba Bantul yang juga menjalani debut pertama di tim senior.
Syamsidar pernah disebut-sebut sebagai penjaga gawang masa depan Indonesia. Namun, karirnya terhenti saat PSSI era Nurdin Halid memberi hukuman larangan bermain selama 1 tahun akibat kasus pemukulan yang dilakukan dirinya terhadap wasit Fiator Ambarita.
Sejak itu, baju tim nasional tak lagi pernah lagi melekat di badannya. Kekalahan memalukan dari Bahrain ini seolah mengubur gegap gempita dukungan terhadap tim merah putih yang belakangan ini terus menguat. Belum lengang, euforia dukungan terhadap tim U-23 di ajang Sea Games tahun lalu. Meski gagal mempersembahkan medali emas, penampilan pemain saat itu cukup menghibur.
Kekalahan ini tentunya tak bisa dilepaskan begitu saja dari konflik internal di tingkat elite PSSI. Di bawah rezim Djohar Arifin Husin, PSSI hanya mengakui pemain yang berlaga di LPI untuk memperkuat timnas. Pemain LSI yang selama ini menjadi nyawa timnas tak lagi memperoleh tempat.
Belajarkah PSSI dari pengalaman ini ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar